Legenda Gunung Pinang Banten




Legenda Gunung Pinang
                                                              
Alkisah... Semilir angin senja pantai teluk Banten  yang sepoi-sepoi asyik mempermainkan rambut Dampu Awang yang tergerai sebahu. Dampu bersandar di sebuah pohon nyiur yang rindang. Tatapannya jauh menatap ke laut sana, pikirannya melayang terbang penuh dengan kekecewaan, ia kecewa dengan sikap ibunya yang tidak mengizinkan ia pergi berlayar ke Selat Malaka untuk mengadu nasib di sana bersama saudagar kaya dari negeri sebrang yang hanya tinggaL seminggu lagi singgah di pelabuhan banten ini.
“Ibu, aku ingin sekali berlayar, bersama saudagar kaya itu....,aku berharap ibu mengizinkan ya...” Dampu merengek pada Ibunya.
“ Tidak Dampu sampai kapan pun ibu tidak akan izinkan kamu pergi meninngalkan ibu seorang diri, ibu sudah tidak punya siapa-siapa lagi, apalagi ibu sudah tua” jawab ibunya.
“Tapi Bu, aku ingin mengubah nasib kita, kita tidak boleh hidup miskin terus , di selat malaka banyak sekali pekerjaan yang dapat mengubah nasib kita” Dampu Awang terus merayu ibunya.
“ Ibu bilang tidak, ya tidak “ wajah ibu Dampu Awang memerah.
“Ibu masih mampu membiayai hidup walaupun sudah tua,yang dalam otak kamu selalu saja kekayaan, ibu lelah Dampu sangat lelah” mata ibu tua itu berkaca-kaca.
Dampu terdiam, dalam hatinya kecewa, padahal dengan aku pergi aku bisa kaya dan ibu pun ikut kaya nantinya, ah dasar orang tua tidak pernah berpikir jauh kedepan, gerutunya dalam hati.
Kata-kata itulah yang sekarang ini ia pikirkan, ia ingin melepas kekecewaannya dengan menghabiskan waktunya di pinggir pantai.
Maghrib pun tiba, tak lupa Dampu menunaikan shalat magrib, walaupun tak ada kekhusuan karena kekecewaan itu.
Selepas maghrib ia kembali ketempat tadi ia melamun,
Dari kejauhan ibunya melihat anaknya melamun terus, ada rasa iba padanya, tapi rasa sayang dan takut kehilangan anak satu-satunya yang ia cintai jauh lebih besar.
“Dampu, Dampu Awang” tanya ibunya pelan.” Sedang apa kamu melamun di sini ?malam dingin sekali “ Tanya ibunya khawatir.
“Aku lebih suka di sini Bu” jawab Dampu Awang tak semangat.
“Ibu tau kamu ingin sekali pergi, apakah kamu  sudah bulat pergi kesana ? “tanya ibunya lagi.
“Ya, Bu “ Dampu menjawab singkat.
“Ya setelah ibu pikirkan kalau memang kamu memaksa untuk  pergi, ibu akan izinkan” ibu Dampu ragu.
Sentak Dampu terbangun “ benarkah apa yang  ibu katakan tadi ? “ Dampu seakan tak percaya.
“Betul Dampu, asal dengan satu syarat yang ibu ajukan”
“Apa itu Ibu ?” semangat Dampu menggebu.
“ kamu harus kasih ibu khabar  setiap bulannya, lewat si ketut ini,dia burung kesayangan almarhum Bapakmu “, ibunya  berharap.
Seminggu kemudian Dampu Awang dilepas ibunya pergi berlayar,hati ibunya hancur luluh, lunglai tak kuasa menahan tanggis tak tega melihat anak satu-satunya yang ia cintai pergi dalam jangka waktu yang tak tentu.
“ Ya, Allah lindungilah anakku, jaga Dia, kabulkan harapannya”, tangannya menengadah ke langit.
Dampu awang melambai-lambaikan tangannya ,setitik embun di pelupuk matanya ia sangat terharu melihat ibunya yang berdiri di ujung pelabuhan sana .
“ Ibu aku pergiiiiiiii!” teriak dampu Awang.
“Ya Nong jangan lupa petuah Ibu...! ibunya menjawah teriakan anaknya, sambil bersimpuh tak kuat berdiri,
Ibu Dampu Awang tertegu tak bergeming sampai kapal itu tak terlihat lagi di balik birunya laut lagi.
Singkat cerita, dampu Awang menjadi sosok pekerja yang rajin, tak heran Tengku Abu Matsyah terterik dan kagum padanya. Abu Matsyah ingin sekali menjodohkan Puitri satu-satunya dengan Dampu Awang.
“Dampu, Kemari sebentar “Abu Matsyah  melambaikan tangannya.
“ Saya Juragan, ada apa ya..? “ Dampu kaget dan risih.
“ Langsung saja Dampu, kita ini sudah saling kenal lama sekali aku sudah lama memperhatikan kamu, kamu itu rajin dan ulet” , Abu matsyah memuji.
“ Ah juragan terlalu berlebihan “, Dampu  malu-malu.
“ Andai aku jodohkan kamu  dengan putriku apakah kamu mau ? “
“ Apa juragan, apakah saya tidak salah dengar “ Dampu pura-pura, padahal ia sebetulnya diam-diam menaruh hati pada putri Abu yang bernama Siti Nurhasanah.
“Betul Dampu, kamu bersedia ? “ Abu matsyah meyakinkan.
“ Saya bersedia juragan , tapi apakah saya pantas ?”
Akhirnya Dampu Awang menikah dengan putri Abu Matsyah  Siti Nurhasanah, mereka hidup berbahagia dengan kekayaan yang berlimpah ruah, karena Dampu menjadi pewaris tunggal, dari istrinya Siti Nurhasnah,. Tak lama berselang Abu matsyah meninggal dunia tinggalah Dampu Awang dan istrinya Siti Nurhasanah.
Kekayaan dampu Awang terkenal ke berbagai pelosok negri, terbesit di hati Dampu ingin singgah di kampung halamannya,ia ingin sekali melihat ibunya apakah ibunya masih hidup atau sudah meninggal.
Berita itu secepat kilat menyebar ke setiap penjuru, kakayaan saudagar itu tentunya membuat semua orang penasaran, seperti orang yang kaya raya itu.
“ Hai coba kalian lihat, kapalnya sudah datang”, teriak salah seorang warga.
“ Ya, betul itu lihat kapalnya megah sekali”, teriakan yang lainnya.
Sontak ibu dampu awang yang sudah tua renta dan peot itu kaget.” Jangan-jangan ia itu anakku Dampu Awang yang telah lama pergi”.
“Alhamdulilah Ya Allah, Alkhamdulilah, Kau telah kabulkan permohonanku” sambil bersujud tak  tahan menahan tanggis.
Ribuan pasang mata telah berkumpul, tak sabar ingin melihat pemilik kapal itu. Dampu Awang yang di dalam kapal gelisah tak menentu.
Dengan gagahnya Dampu Awang keluar dari kapal ditemani istrinya tercinta yang cantik jelita.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang nenek tua. “ Dampuuuuuuuu, dampu Awang kau telah datang, ini ibumu Nong, ibu tak tahan menahan rindu “ ibu dampu berlari menuju  Dampu Awang yang berada di atas kapal dan istrinya. Sontak semua kaget mendengar perkataan nenek tua itu, masa ia seh itu ibu dari saudagar kaya juga tampan itu .
“ Apakah itu benar  ibumu kang mas, kenapa ga pernah bilang sama aku kalau ibumu masih hidup?” tanya istrinya heran.
“Dia bukan ibuku, ibuku telah meninggal  dan kaya raya, tidak seperti dia  perempuan miskin  dan kumal” tegasnya ke istrinya
Hati ibu dampu bagai tersambar petir di siang hari, tapi ia tetap berusaha sabar dan tabah karena kecintaannya pada anaknya itu.
Dampu yang melihat ribuan warga keheranan ia segera umumkan kepada semuanya, ia khawatir terbongkar siapa ia sebenarnya.
“Hai-hai seluruh rakyat Banten jangan percaya tentang semua omongan dia, dia itu wanita gila miskin yang mengaku-ngaku menjadi ibuku “ teriaknya.
“ He wanita tua pergi kau, Demi Allah kamu bukan ibuku, ibuku telah mati dan keturunan orang kaya” kata-katanya menusuk jantung hati ibu dampu awang.
Nahkoda, ayo kita pergi dari sini, batalkan ketemu sultan
Hati ibu dampu teriris, perih laksana luka tersiram cuka. Harapan kebahagiaan yang akan dia temukan bersama putra tercinta pupus sudah, berubah sebuah bencana hati sang ibu.
“ Ya Allah, Ampuni segala dosaku. Aku tak kuat menahan sakit dengan sikap anakku”, rasa sakitnya ia adukan pada Allah
“ Andai ia bukan anakku izinkan ia pergi, tapi bila ia anakku hukumlah ia yang telah durhaka pada ibunya”, doanya khusu pada Allah.
Tiba-tiba langgit gelap, petir menggelegar, angin kencang hujan deras  rasanya bagai kiamat.
“ Ada badai, cepat berlindung “ teriak seorang warga
Laut  marah, langit memuntahkan isinya , Allah telah kabulkan rintihan hambanya yang terdzolimi.
Dampu Awang beserta awal kapalnya terombang –ambing di laut.  Galangan kapal dan layar tersamabar petir , para awak kapal berlobmba menyelamatkan diri.
Tiba-tiba kejadian ajaib terjadi, si ketut burung peliharaan Dampu bisa berbicara “ Akuilah...akuilah...itu ibumu.!berkali-kali ia katakan itu.
“Tidak! Ia bukan ibuku! Ibuku telah mati!” sergah dampu Awang.
Ya Allah, berilah pelajaran yang setimpal seperti yang ia lakukan padaku”, kembali ibunya dampu berdoa. Ombak, angin, hujan badai, semakin dahsyat, akhirnya laut menggulung kapal Dampu Awang beserta seluruh isinya.
“ Ibuuuuuuuuuu, tolong akuuuuuuuuu.........” Dambu Awang berteriak minta tolong memanggil ibunya . Tapi ibunya tetap tidak bergeming luka hati seorang ibu sudah terlalu parah sehingga sulit untuk memaafkan kedurhakaan seorang anak pada ibunya.
Kapal Dampu Awang kini menjadi sebuah gunung yang dikenal gunung pinang ini menjadi bukti dan simbol kedurhakaan seorang anak pada ibunya, kini masyarakat banten dengan mudahnya dapat menyaksikan simbol itu tepatnya berada di lintasan Serang  Cilegon di kecamatan Kramat Watu Kab. Serang Banten.

No comments

Yang Sering Dikunjungi

Perangkat Keras Jaringan komputer

Powered by Blogger.